Senin, 15 November 2010

Vegetarian Turunkan Ekspor Ikan

Senin, 15 Nopember 2010 | 10:07 WIB

PROBOLINGGO - Permintaan ekspor ikan ke sejumlah negara Asia sedikit menurun sejak awal November 2010. Demikian juga permintaan pasar lokal ikan dengan tujuan Bali menurun sejak akhir Oktober lalu.

’’Turunnya permintaan ekspor ikan ke Taiwan, Singapura, dan Malaysia diduga terkait kebiasaan masyarakat Tionghoa yang mengubah pola makan menjadi vegetarian pada bulan 9 penanggalan Tionghoa,” ujar Abdul Ghani, pemilik UD LL, Kota Probolinggo, Minggu (14/11) pagi tadi.

Masyarakat Tionghoa memiliki kepercayaan berpantang daging dan berbagai stimulan lainnya selama sembilan hari pertama bulan sembilan penanggalan Tionghoa, untuk mendapatkan kesehatan yang baik dan ketenangan pikiran. Di Thailand, kepercayaan itu bahkan dirayakan dalam bentuk Phuket Vegetarian Festival yang biasa digelar selama sembilan hari pada akhir September awal Oktober.

Meski di bulan 9 sebagian warga Tionghoa menjadi vegetarian, kata Ghani, menjelang Imlek mendatang, permintaan ikan akan naik tajam. Ikan-ikan jenis tertentu seperti dorang putih atau ikan banci yang harganya mahal, Rp 150 ribu/kilogram di saat Imlek pun laku keras.

”Saat Imlek biasanya ikan dorang putih sampai tembus harga Rp 250 ribu per kilogram atau tiga kali harga daging sapi,” ujar Ghani. Namun tidak mudah untuk mendapatkan ikan yang tergolong langka dan istimewa itu.

Ghani yang berkecimpung di bisnis ikan itu dikenal sebagai eksporter spesialis ikan kerapu. “Yang paling banyak saya ekspor memang ikan kerapu dengan berbagai jenisnya, seperti kerapu emas, kerapu tikus, kerapu tutul, kerapu macan, kerapu gepeng, kerapu susu, dan kerapu lumpur,” ujar warga Kel Mayangan, Kec. Mayangan, Kota Probolinggo.

Selain pangsa pasar ekspor ikan dipengaruhi budaya vegetarian, sejak awal November lalu, arus ekspor ikan dari Thailand juga menjadi pesaing utama Indonesia. ”Sekarang ini di Thailand lagi banjir ikan, tujuan ekspornya juga sama dengan kita,” ujar Ghani.

Ghani mengaku, pasokan ekspor ikannya ke sejumlah negara Asia itu turun sekitar 10%. ”Saya tidak mau berisiko mengirim ikan terlalu banyak, kalau tidak laku bagaimana?” ujarnya.

Ghani menambahkan, dirinya biasa mengekspor ikan hingga 3 kali dengan volume 500-600 kilogram dalam sekali kirim. Khusus ikan kerapu dengan tujuan Taiwan diekspor via Bali. Sedangkan ekspor kakap merah dan anggoli ke Singapura dan Malaysia diterbangkan melalui Bandara Juanda.

Menurunnya pasar ekspor ikan juga diakui Yusri, pengusaha kapal penangkapan ikan sal Tanjung Balai, Sumut. ”Pasar ekspor sedikit menurun, untungnya kami masih punya pelanggan dari pabrikan yang biasa menyerap ikan kami,” ujarnya.

Awik –panggilan akrab Yusri menambahkan, dalam sebulan armada kapalnya bisa mendaratkan ikan di pelabuhan Probolinggo sekitar 3-5 kali. Di antara armada perikanan itu adalah KM Karya Samudera yang biasa menampung hasil tangkapan ikan dari tiga kapal lainnya .

“Selain menangkap ikan, KM Karya Samudera juga menjemput hasil tangkapan tiga kapal lainnya. Sehingga sekali merapat bisa 60 ton ikan yang kami bawa,” ujarnya.

Selain melayani pasar ekspor, Awik mengaku memasok ikannya untuk pasar dalam negeri. “Kakap merah biasa kami pasok ke Jakarta, Gresik, dan sejumlah pabrik pengolahan ikan di Probolinggo sendiri,” ujarnya. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=55f1fb611e846600d35d26e19097be29&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc


Tidak ada komentar:

Posting Komentar