Senin, 11 Oktober 2010

Jagung Semiorganik Probolinggo Tak Mendapat Apresiasi

Senin, 11 Oktober 2010 | 10:12 WIB

PROBOLINGGO - Dibandingkan beras semi organik, jagung semiorganik di Kota Probolinggo bernasib lebih jelek. Karena diorientasikan untuk pakan ternak, jagung semiorganik dihargai sama dengan jagung nonorganik.

“Beras semiorganik yang kami hasilkan masih laku keras meski dijual lebih mahal Rp 1.000 per kilogramnya dari beras nonorganik atau beras biasa. Tapi harga jagung semiorganik sama dengan jagung nonorganik,” ujar Saiful Badri, ketua Kelompok Tani Harapan Jaya, Kel Jrebeng Lor, Kec Kedopok, Kota Probolinggo, Minggu (10/10).

Saiful mencontohkan, ketika beras nonorganik (mutu sedang) di pasaran harganya sekitar Rp 5.000, beras semi organik yang dijual Rp 6.000/kg laku keras. Bahkan ketika ada pengusaha dari Malang yang memesan beras semiorganik 1,5 ton per minggu, Saiful pun kaget. “Terus terang kami kewalahan, dapat dari mana beras semi organik sebanyak itu,” ujarnya. Sejumlah hypermarket di Surabaya juga menanyakan produk pertanian organik mulai beras, sayuran, hingga buah-buahan di Probolinggo.

Anehnya, ceruk pasar yang tinggi itu tidak berlaku bagi jagung semiorganik yang dihasilkan kelompok tani di Probolinggo. “Tetapi saya dan teman-teman petani tetap menerapkan pertanian semiorganik karena lebih hemat biaya,” ujarnya.

Saiful mengakui menanam jagung 0,3 hektare hanya butuh biaya Rp 200 ribu. Karena masih semiorganik, digunakan pupuk nonpabrikan. Lahan jagung dipupuk dengan 1 ton pupuk organik dari kotoran sapi (tlethong). “Hasilnya lumayan, 2 ton jagung gelondongan (kering sawah) atau setara 4 kuintal pipilan kering,” ujarnya.

Melalui pertanian semiorganik pula, Saiful tiap tahun bisa menanami sawahnya 1 kali padi dan 3 kali jagung. “Saat menanam jagung, tanah tidak kami olah. Sisa batang jagung kami benamkan ke tanah untuk pupuk,” ujarnya.

Diakui, hasil pertanian organik atau semiorganik sebanyak pertanian nonorganik. “Tetapi dihitung-hitung, pertanian organik biayanya sangat murah. Selain itu masalah kesehatan menjadi pertimbangan utama,” ujar Saiful.

Padi organik misalnya, paling-paling dalam 1 hektare hanya menghasilkan 6 ton. Padahal padi nonorganik bisa 9-12 ton per hektare. “Tetapi beras organik di Surabaya, saya dengar harganya Rp 23 ribu per kilogram,” ujarnya.

Ditanya harga jagung semiorganiknya, Saiful mengatakan, jagung gelondongan (kering sawah) dihargai sekitar Rp 130 ribu/kuintal (Rp 1.300/kg). Sementara jagung pipilan kering dihargai Rp 2.600/kg. “Jagung semiorganik atau nonorganik sama saja harganya. Mungkin karena untuk pakan ternak, peternak atau pabrikan tidak membeda-bedakan lagi mana jagung yang sehat,” ujar Saiful.

Dinas Pertanian (Disperan) Kota Probolinggo mencatat, sebagian besar produksi jagung petani memang terserap untuk pakan ternak. “Hanya sebagian kecil yang dikonsumsi orang,” ujar Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) pada Dispertan Probolinggo, Gogol Sudjarwo.

Gogol mengatakan, pada musim kemarau (MK) I ini areal jagung di Kota Probolinggo terhampar sekitar 1.200 haa. Sementara pada pada MK II (Juni-Agustus) petani yang menanam jagung lebih banyak lagi, 2.000-2.500 ha. Sehingga selama 2010 ada hamparan 5.000 ha tanaman jagung. Produksi jagung di Probolinggo tergolong bagus, 8,5-8,9 ton jagung pipilan kering per hektare.

Pada 2009, petani Kota Probolinggo membuka lahan tanaman jagung 4.245 Ha. Dengan rata-rata produksi 8,1 ton/hektare (pipilan kering) produksi total mencapai 34.484 ton. Gogol mengatakan, semua produksi jagung petani bisa terserap pasar. “Sebagian besar diserap pabrik pakan ternak melalui sejumlah pedagang pengepul,” ujarnya.isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=086384a62184db7d4749dda82410dec6&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar